Kita susuri lelapnya kota ini, sampai suara
di dapur setiap rumah mulai ramai.. Matahari kembali terjaga, aku duduk
denganmu pada suatu taman. Kita berbicara hal ringan,namun tetap indah. Tak
perlu bicara soal cinta atau perasaan, cukup bicara hal-hal yang begitu ringan
tentang secangkir kopi dan secangkir teh.
Hari beranjak petang, kamu masih setia
menemani aku yang kadang asyik dengan diri sendiri. Hal yang tak pernah
terlewatkan denganmu adalah, memandang setiap hujan yang jatuh ke bumi. Begitu
syahdu. Namun nampaknya tidak sesyahdu kita. Tak apalah, asalkan aku dan kamu
senang.
Malam juga tak kalah menarik, kita berjalan
menikamati Malioboro. Menikmati sepeda berhiaskan lampu (yang tidak kutahu
namanya), dan kita berkeliling alun-alun. Usai itu, kamu mengajakku menikmati bintang
dan segelas wedang jahe. Malam ini begitu sederhana, tapi tidak sesederhana
perasaan kita….
***
Ya, itu dulu dan aku selalu merindukan
ketika berjalan denganmu di pagi hari, untuk sekedar menikmati indahnya suasana
kota saat mentari hendak tersenyum, untuk membuka hari…
Kini, aku rindu, rindu untuk memandangi
tetesan hujan yang turun ke bumi. Aku selalu mengenang katamu saat menikmati
hujan. “Tanah diluar itu sedang disetubuhi oleh rintikan gerimis dan aromanya
menyusup melalui celah jendela, mengharumkan ruangan ini,”
Namun kini, aku menikmati tetesan itu hanya
sendiri, disampingku hanya ada ilusi dirimu, dan aku menikmatimu dalam ilusi
dan hujan.
No comments:
Post a Comment